Genesis

Ambon, Bandara Pattimura, Maret 2005

 

Mama, aku sudah tiba di kota besar yang berdiam di kecilnya pulau.

Siang tadi kiranya kali pertama aku tiba, di tanah yang jauh sekali. Ketika sampai, aku disambut oleh orang-orang dengan bahasa yang tak aku mengerti. Mereka merapal-rapalkan melayu yang semrawut: dialek yang mendayu, naik-turun tak keruanan. Kulit mereka coklat kehitaman. Hangus ditempa matahari khatulistiwa. Pula digarami laut.

Udara di sini, Mama, panas sekali. Ujung landasan pacu hampir bersinggungan dengan bibir laut. Di kala hendak mendarat, bisa kulihat jelas hitam karang dan buih gelombang. Unggunan nyiur dan deret-deret rumah membentuk kerumunan bertudung seng yang dicat.

Adapun kemudian, seorang yang berdiri jauh dari kerumunan kudekati. Maka, dengan terbata kusampaikan maksud dan tuju. Puji Tuhan, ia mengerti. Kemudian, dengan beberapa kesepakatan, bersedialah ia untuk membawaku ke Perigi Lima. Aku tak tahu macam apa tempat itu. Mungkin ada perigi di sana, mungkin pula lima, mungkin tiada sama sekali keduanya.

Dan perjalanan ke sana, akan kukabarkan lagi. Mungkin akan jadi panjang, Mama.

Panjang sekali.

 

Anakmu, William Thomas.

 

This entry was posted in Uncategorized. Bookmark the permalink.

3 Responses to Genesis

  1. eqoxa says:

    bagus Maikiii, sejauh ini, ini surat yang paling aku sukai.
    semangatmu hebat pak pos.

    -ikavuje

  2. Pingback: Exodus | Peluru Aksara

Tinggalkan jejak