Ruth

Ambon, Perigi Lima, April 2005

 
 
 

Kamerad Mulyanto,

Jangan. Jangan robek buku, kawan!

Tidak. Tidak arang terpisah dari bara, kawan!

 
 

Sebelum mulai kau bersabda tentang utopia dan semerbak angan-angan, maka izinkanlah aku memberi saran padamu; mungkin baiknya kita murnikan dulu mata air yang nantinya memancar, yang kemudian akan kita tebarkan ke segala penjuru. Sehingga pada waktu Tuhan, telapak kaki tak lagi gemetar di pelipis air dan gelora debur menghantam tubir.

Beberapa hari belakangan kuhabiskan dengan membersihkan lahan dan meleraikan bibit sayur di samping rumah. Dan ketika pagi, dipuaskanlah hatiku, melihat lalu-lalang orang-orang serta kendaraan. Melintas dalam seragam. Dalam keragaman suka cita kanak-kanak dan muram tukang-tukang becak. Terkantuk-kantuk.

Pula, berkenalan aku dengan lelaki setengah umur. Pemilik warung kecil yang berdiri dengan susah payah di tiga per empat trotoar. Nyaris tepat di depan tempatku tinggal. Perantau yang melintasi laut, Buton menuju Ambon. Yang telah menghabiskan waktu hidupnya di sini dengan berjualan rokok, kopi, dan remeh-remeh. Sesekali, jadilah ia mafia kasino level ikan teri kering; bagian belakang warung diam-diam dijadikan meja judi -bagi tukang becak dan masyarakat kelas bawah minim rekreasi. Asal kau tahu, kawan, kasino itu jaraknya tak sampai lima puluh meter dari pagar kantor polisi -semacam olok-olok bisu bagi pasukan pengamanan. Andai kau ada di sini dan melihat, girang hatimu kuyakin bukan kepalang.

Tapi mari kita lupakan sejenak soal-soal itu.

Terlintas bagaimana kiranya nanti, ketika berdua kita telah berdiri di atas mimbar. Menatap wajah-wajah jemaat yang sepi dan sendu.

Mungkin saja kawan, aku akan rindu lanskap macam tadi. Namun, aku yang kepada kamu, berharap; dalam kobaran api di dalam dadamu, maka jadilah engkau Father Gapon yang berdiri di depan tembok Narva. Kini dan selama-lamanya.

 
 
 
 

William Thomas
 

Surat sebelumnya bisa dibaca di sini.

 

This entry was posted in Uncategorized and tagged . Bookmark the permalink.

Tinggalkan jejak